Rahmad Darmawan:

"Jangan 'Bunuh' Pemain Indonesia"

Kunjungan Rahmat Darmawan ke VIVAnews.com
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVAnews - Diskriminasi. Itulah cerminan keputusan PSSI yang melarang pemain Indonesia Super League (ISL) membela tim nasional Indonesia. Keputusan tersebut secara tak langsung telah 'membunuh' hak pemain. Pelatih sekelas Rahmad Darmawan sangat menyayangkan keputusan tersebut.

RD --sapaan akrab Rahmad-- sangat tidak menyukai adanya tebang-pilih pemain di timnas. RD bahkan mengaku hal itu menjadi salah satu alasan dirinya mundur dari pelatih kepala Timnas U-23. Menurut RD, pemain tak memiliki dosa sedikit pun. Jadi, kenapa mereka harus ikut dihukum pengurus PSSI.

Kepada redaksi VIVAnews.com, Rabu 14 Desember 2011, RD blak-blakan membeberkan apa yang sebenarnya terjadi. Ia mengungkapkan secara detail alasannya mundur. Pria asal Metro, Lampung, itu juga bercerita tentang perjalanan karirnya mengarungi sepakbola Indonesia.

Berikut petikan wawancara VIVAnews.com dengan RD.

Kenapa Anda mundur dari Timnas U-23?

Ketika saya dapat tugas untuk melatih Timnas SEA Games, bayangan saya itu adalah yang pertama, ini suatu kesempatan besar. Kesempatan emas untuk kita membuktikan bahwa kemampuan sepakbola kita ini bisa hebat. Karena, SEA Games ini dilangsungkan di Indonesia. Kemudian saya sangat yakin sekali dalam beberapa kali kesempatan saya diundang oleh Satlak Prima, saya mempresentasikan program dengan sebaik mungkin. Saya benar-benar ingin terpilih.

Ketika itu, ada juga persaingan dengan coach Aji (Santoso). Lalu, tiba-tiba coach (Alfred) Riedl juga mengklaim masih punya hak melatih. Tapi, karena keributan itu (kisruh jelang Kongres Solo), semuanya sempat berhenti. Walaupun SK dari Satlak Prima sudah keluar, tapi tidak ada aktivitas ketika itu. Tiba-tiba coach Riedl datang dan 3 hari sebelum kongres bicara dengan saya di FX Plaza. Dia minta saya sebagai asistennya.

Dia minta saya hargai kontrak dia. Saya bilang 'Saya siap'. Tapi, saya bilang kepada dia bahwa dia juga perlu tahu bahwa saya dapat tugas dari Satlak Prima dan saya saat ini masih tentara. Sebagai tentara, saya tidak pernah bisa menolak tugas. Jadi, saya minta dia juga mengerti hal itu.

Akhirnya, coach Riedl tanya 'Apa kamu mau jadi asisten saya'. Saya bilang 'Coach, saya cuma butuh Anda kasih saya kepercayaan untuk bangun timnas SEA Games ini dengan kerja 100 persen ke saya. Coach mau taruh saya pelatih atau pembantu umum, yang penting saya punya tanggung jawab 100 persen. Tapi, jangan saya jadi asisten dan hanya menjalankan perintah coach. Kalau seperti itu, coach lebih baik tunjuk Widodo yang sudah lama dan juga Pikal'. Sesudah itu deal, tahu-tahu kongres bubar dan terjadi situasi seperti ini.

Artinya, saya senang dengan tugas di timnas SEA Games dan dampaknya ada rasa tanggung jawab besar yang saya punyai. Ketika saya dan masyarakat berharap medali emas dan kemudian itu gagal, sebetulnya 1 atau 2 hari saya mau membuat keputusan (mundur) waktu itu. Saya gagal, itu intinya.

Kenapa jadi berlarut-larut sekian Minggu (mengundurkan diri), saya dulu sempat membayangkan masyarakat akan menghujat saya dengan kegagalan ini. Makanya ketika gagal, dalam 2 atau 3 hari saya mau mengundurkan diri. Ternyata tidak. Itu (hujatan) tidak saya dapatkan. Yang saya dapatkan justru ucapan selamat. Makanya saya kaget. Saya itu gagal, tapi selamat.

Kemudian sempat ada tawaran melalui telepon dan bilang 'Coach, bagaimana kalau naik posisi ke timnas senior'. Jawaban saya sederhana, saya masih harus tanya sama diri saya sendiri. Di U-23 saja saya tak merasa berhasil, apakah saya pantas ke senior. Intinya, saya tidak mau waktu itu.

Kemudian saya dapat tugas menangani tim melawan LA Galaxy. Sekitar 4 atau 5 hari menjelang lawan Galaxy saya mau mundur. Karena, saya diminta tidak boleh memanggil pemain-pemain dari liga yang satu (ISL). Saya bilang kalau seperti ini saya menyerah saja.

Akhirnya, 2 hari menjelang pemusatan latihan saya di SMS sama pak Djohar Arifin Husin (Ketua Umum PSSI). Dia bilang, 'Coach, Anda boleh pilih pemain siapa saja dan dari mana saja,' Wah, saya senang sekali. Luar biasa. Itu juga kalimat yang beliau ucapkan saat saya megang timnas SEA Games pertama kali.

Dia bilang: 'Setiap warga negara Indonesia punya hak yang sama untuk membela tim nasionalnya. Tidak masalah dari kompetisi mana pun.' Makanya perkataan itu saya pegang. Makanya saya ambil pemain dari LPI. Kan dulu LPI yang ilegal. Makanya saya panggil Irfan Bachdim, Kim Jeffrey, Andik Vermansyah, dan beberapa pemain lagi.

Tapi, setelah beberapa waktu, tahu-tahu keluar statement yang melarang pemain ISL. Artinya, ada satu komitmen di press confrence usai kita melawan Malaysia, saya sempat bilang 'Seorang pelatih harus diberi kewenangan yang mutlak menjalankan tugasnya dengan memilih siapa yang menurut dia terbaik, tanpa melihat sekali lagi pemain berasal dari mana. Kalau itu tidak terjadi, dia tidak akan bisa melakukan tugasnya dengan maksimal. Kalau itu terjadi (tebang-pilih pemain), maka saya pasti akan menolak jabatan sebagai pelatih nasional. Saya pasti akan mundur'.

Saya sama anak-anak dekat. Saya tidak ada apa-apanya tanpa mereka. Ini sebagian besar anak-anak ada di ISL. Meski hanya ada beberapa pemain di ISL, itu sebenarnya tidak penting. Yang penting adalah menyelamatkan pemain. Mereka ini tidak tahu apa-apa. Mereka datang ke klub, menandatangani kontrak, tidak tahu klubnya akan main di mana. Kalau tiba-tiba sekarang pemain yang harus menanggung akibat dari kepentingan yang saya tidak tahu, maka saya harus mengundurkan diri. Karena sekali lagi, saya tidak ada apa-apanya tanpa mereka.

Sesudah Piala AFF 2010 lalu, Riedl juga mengalami situasi yang sama dengan Anda. Ketika itu Riedl tidak mau mengambil pemain dari breakaway league. Sekarang, situasi yang sama terjadi dengan Anda. Apakah Anda mengambil keputusan memasukkan pemain ISL karena banyak pemain dari situ, atau karena semua pemain mempunyai hak membela timnas?

Ketika Riedl mengambil keputusan pemain breakaway league tidak boleh main, ketika itu kompetisi sudah jalan sangat panjang. Kita tahu ini (kompetisi) resmi dan ini tidak resmi. Sekarang, pemain tidak tahu. Kompetisi belum jalan, tiba-tiba terpisah. Bahasa saya cuma satu, kalau situasi ini terjadi selamatkan pemain. Caranya bagaimana? Ini bukan tugas saya, ini tugasnya pengurus PSSI.

Bisa juga, misalkan, kasih dong masa transisi. Disahkan dulu pemain dan klub-klub ini. Baru tahun depan kasih tahu 'Hati-hati, kita akan buat peraturan seperti ini.' Intinya, selamatkan pemain dulu, jangun justru bunuh pemain. Sekarang ini kan bahasanya bunuh pemain. 'Jangan pilih pemain yang di klub tertentu,' itu kan bahasa bunuh pemain.

Bagaimana pandangan Anda tentang Ketua Umum PSSI?

Saya kenal beliau. Beliau itu Ustad. Kita shalat sering berjamaah. Orangnya baik, sopan, dan saya sangat respek dengan beliau. Tapi, hal-hal lain yang berkaitan dengan kebijakan organisasi, saya tidak tahu. Kalau ada hal yang tidak sependapat dengan hati kita semua, pasti kan kita akan komentar. Tapi secara personality, Pak Djohar baik.

Bagaimana solusi mengatasi karut-marut masalah di PSSI?

Saya pikir, jalan tengahnya ada 2. Bisa rekonsiliasi atau KLB. Tapi, apakah KLB juga bisa menyelesaikan masalah, saya tidak tahu. Yang penting membangun olahraga itu dengan semangat persahabatan. Ngapain sih cari musuh.

Saya kemarin habis bercanda dengan pengurus PSSI yang lain. Tiba-tiba saya buat keputusan seperti ini (mundur) dan mereka sangat luar biasa mengangap saya sebagai musuh besar. Itu kan enggak boleh. Nilai persahabatan itu harus diutamakan. Kita sportif, kita kerja bareng, kalau tiba-tiba berpisah, ya harus tetap tersenyum. Jadi, hal-hal seperti itu tidak benar.

Anda dituding tidak nasionalis. Apa tanggapan Anda?

Rasa nasionalis tidak harus diekspresikan sebagai orang yang mempertahankan diri, atau bahkan aji mumpung. Semua orang yang ditawarkan menjadi pelatih timnas, mungkin tidak ada yang menolak. Banyak keuntungan yang didapat dari situasi itu.

Tapi, bukan itu tujuan seorang pelatih. Ada nilai-nilai yang lebih dari itu.  Karena itu, tidak bisa dibilang nasionalis atau tidak nasionalis. Ketika saya mengundurkan diri dan dibilang tidak nasionalis, menurut saya itu terlalu kerdil. Ketika saya mengundurkan diri, menurut saya ini lho sikap yang harus ditunjukkan seorang pelatih. Tolong dihargai dan penting buat saya diberi kebebasan. Yang pasti, saya akan berusaha mengikuti apa yang menurut hati saya benar.

Soal saya dibilang melawan arus, ya itu mungkin dalam beberapa kesempatan. Seperti saya mendepak Irfan Bachdim (dari skuad Timnas U-23), itu kan banyak orang bilang keputusan yang tidak populer. Tapi, saya tidak butuh hal seperti itu. Sekarang saya juga dibilang cari popularitas, saya jadi bingung.

Apa sisi positif dari sepakbola Indonesia?

Yang positif dari sepakbola kita adalah animo penonton. Ini modal yang kuat. Tapi, bisa juga sepakbola kita menjadi hancur. Karena kenapa? ekspektasi demikian besar, tapi tidak diimbangi dengan prestasi. Ini bisa menjadi bom waktu dan berbalik arah.

Indonesia mempunyai 240 juta penduduk, tapi kesulitan membuat timnas yang bagus. Bagaimana penilaian Anda sebagai pelatih?

Ada 2 jawaban. Satu jawaban gampang dan satu lagi jawaban ilmiah. Jawaban gampangnya, jangan lihat Indonesia saja. Lihat juga China dan India yang penduduknya 1 miliar, tapi sampai hari ini belum ke Piala Dunia. Tapi kalau ilmiah, ada 4 hal yang paling penting.

Pertama, youth development. Ini masih kurang. Lalu, pelatih di Indonesia juga kurang karena pelatih dengan lisensi A-Pro saja Indonesia belum punya. Malaysia, Singapura, Thailand, sudah punya.

Kemudian ada juga masalah infrastruktur. Ini juga masih kurang. Yang terakhir itu kompetisi. Kompetisi yang berkualitas. Kompetisi ini harus dimulai dari anak-anak. Kompetisi sangat bagus untuk pemain dan pelatih. Pemain takkan bisa matang tanpa kompetisi. Saat mengikuti kompetisi, pelatih setelah bertanding, dia menganalisa, mengevaluasi dan menyiapkan strategi baru. Dia diajak untuk terus berpikir dan belajar.

Mungkin Anda bisa sedikit cerita masa lalu Anda terjun ke militer dan menjadi pelatih sepakbola?

Dulu saya main bola saat kuliah. Dulu pemain bola itu gampang mencari pekerjaan. Dulu saya pertama kuliah dibiayai sama BTN. Saya dapat beasiswa karena prestasi main bola. Saya kemudian pindah ke BNI dan saya cedera. Kalau enggak kena cedera, mungkin kuliah saya enggak selesai, hahaha... 

Saya kemudian masuk BNI dan kemudian ada tawaran dari E.E. Mangindaan masuk ABRI. Saya kemudian masuk ABRI karena dari dulu saya juga ingin masuk ABRI. Tapi, yang saya kejar bukan jadi ABRI-nya, tapi main bolanya dan masuk PS ABRI. Tapi, setelah 3 bulan saya sedikit menyesal. Di BNI gaji saya dulu itu Rp625 ribu, tapi setelah masuk tentara gaji saya Rp175 ribu.

Saya juga sedikit kecewa lagi karena PS ABRI tidak masuk Galatama. Ini terjadi tahun 1990. Kemudian pada 1992, saya pertama kali ikut kejuaraan PS ABRI di Malaysia. Di situ, mereka (Malaysia) tertarik sama saya. Malaysia itu punya tim seperti PS ABRI dan profesional. Saya ditawari dan saya ragu-ragu. Tapi, saya diizinkan komandan saya dan saya menjadi pemain asing di Malaysia. Kemudian setelah itu saya kembali lagi dan main untuk Persija. Setelah 2 tahun pulang dari Malaysia, saya ditawari Bank Indonesia yang sedang mencari pemain bola.

Ada 26 pemain daftar dan saya ikut. Dari 26 yang daftar, ada 3 yang terpilih. Saya salah satunya. Tapi, saya ragu. Saya pulang ke Lampung dulu dan izin sama orang tua. Saya bilang bahwa saya mau pindah ke bank lagi. Tapi, Bapak saya marah. Dia bilang di keluarga saya tidak ada yang ABRI, jadi saya jangan keluar. Soal rezeki dia bilang itu ada jalannya sendiri.

Sampai sekarang, saya masih aktif di TNI. Alhamdulillah pangkat tertinggi di sepakbola, saya sandang di militer. Saya kapten. Saya bangga karena kesatuan saya mendukung saya (jadi pelatih sepakbola) dan itu sudah lebih dari cukup.

Apa bedanya jadi tentara dan jadi pelatih sepakbola?

Kalau di tentara, semua petunjuk operasional itu jelas dan itu harus dilakukan seperti itu. Tidak boleh improvisasi. Kalau kita improviasi disuruh tembak kaki, kita tembakkan ke dada, orang bisa mati.

Arema Rela 'Peras Otak' Demi Timnas Indonesia

Kalau di sepakbola, kita harus pakai bahasa sepakbola. Makanya yang paling saya hindari ketika melatih sepakbola adalah datang dengan seragam militer. Ini sangat saya hindari. Yang saya takutkan nanti pemain mengira ini bukan perintah pelatih, tapi perintah militer.

Sebagai pelatih, lisensi apa saja yang sudah Anda dapat?


Untuk license dari AFC punya. Kalau internasional license saya punya. Saya mengambilnya di Vietnam. Ada beberapa lagi.

Klub mana saja yang sudah memberi Anda penawaran?

Jujur ada 3 klub yang menawari saya. Kemarin ada satu klub dari luar negeri, apalagi setelah mereka kalah di kandang melawan Barcelona, Presidennya hubungi saya. Tapi, saya enggak enak. Jose Mourinho itu salah satu favorit saya, hahaha...(RD bergurau)

Tapi jujur, Pelita Jaya nawarin saya. Yang 2 lagi saya tidak bisa sebut karena masih ada pelatihnya. Secera etika saya tidak mau sebut. Saya masih ragu, karena saya masih mau sekolah lagi. Saya berniat mengambil lisensi A-Pro

Saya lagi cari informasi. Tapi, ada beberapa alangan mengambil lisensi A-Pro. Satu, saya sudah mengundurkan diri dari PSSI dan pasti akses ke sananya jadi sulit. Yang kedua, umur saya. Di A-Pro ada batasan 45 tahun dan umur saya sekarang sudah 45 tahun. Tapi, kalau ada rekomendasi dari PSSI biasanya bisa.

Apakah Anda pernah stres menjadi pelatih sepak bola?

Alhamdulillah saat di Persikota Tangerang, saya sampai didampingi psikolog karena stres yang luar biasa, hahaha... Hampir 1 bulan saat itu saya didampingi psikolog. Saya jatuh dua kali. Di Lampung sekali dan di Tangerang sekali.

Pokoknya, saya sudah melalui semua fase itu. Dihujat penonton dan dihina penonton.

Andik Vermansah saat berseragam Selangor FA

Andik Vermansyah Absen di Seleksi Timnas Tahap Kedua

Seleksi Timnas tahap kedua bakal digelar pekan depan.

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2016