Menteri Keuangan Dr Chatib Basri:

Indonesia Tidak dalam Situasi Krisis

Sertijab Menteri Keuangan Chatib Basri
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVAnews - Pertemuan Menteri Keuangan negara-negara anggota Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (Asia Pacific Economic Cooporation, APEC) di Nusa Dua, Bali, pada pertengahan September 2013 membahas beberapa isu ekonomi yang belakangan sedang genting.

Menakar Peluang Timnas Indonesia Lolos ke Piala Dunia 2026, Ada Berapa Tahap Lagi?

Sebanyak 20 negara anggota hadir dalam pertemuan tersebut. Sebelas diantaranya diwakili langsung oleh menteri keuangan negara masing-masing. Selain perwakilan negara, hadir lima  perwakilan lembaga internasional seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), Dana Moneter Internasional (IMF), juga turut hadir dalam  pertemuan tersebut.

Berikut petikan wawancara R. Jihad Akbar dari VIVAnews dengan Menteri Keuangan Dr. Chatib Basri di sela-sela penyelenggaran Forum Menteri Keuangan KTT APEC di Nusa Dua, Bali, September 2013.

Pembakar Al-Quran Salwan Momika 'Diusir' dari Swedia, Kini Pindah ke Norwegia

Apa topik utama pembicaraan pada pertemuan Menkeu APEC kali ini?

Kita melihat bahwa setiap angota APEC merasa perlu untuk mempertahankan stabilitas pertumbuhan ekonominya. Caranya adalah dengan akses pembiayaan untuk ekspor. Itu juga sesuatu yang dibutuhkan oleh Indonesia.

Kemudian juga dibahas mengenai peningkatan infrastruktur. 

Ketiga, adalah tentang menjaga pertumbuhan dengan pemerataan financial inclusion, dimana orang bisa mendapatkan akses kepada kredit.

Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapat 61 Persen Saham Freeport Indonesia, Meski Alot Negosiasinya

Kerangka kerja ini sebenarnya juga dalam konteks nasional kita. Kalau kerjasama ini bisa dilakukan, kita bisa mempertahankan ekonomi Asia Pasifik. 

Terkait krisis mata uang, bagaimana negara-negara APEC menyikapinya?

Ini juga dibicarakan dalam pertemuan. Ada beberapa negara yang menaruh perhatian lebih mengenai ini. China, misalnya, mengatakan bahwa dalam situasi seperti ini perlu ada koordinasi internasional, salah satu caranya adalah swap line. China melihat bahwa swap line penting pada saat seperti ini untuk menenangkan pasar. Jadi itu sebabnya Menteri Keuangan China, Luo Ji Wei, menyampaikan betapa pentingnya bilateral swap.

Mengenai bilateral swap Indonesia-China, saya belum bisa ngomong sampai itu diumumkan. Saya tidak bisa mendahului.

Sejumlah lembaga dunia merevisi pertumbuhan ekonomi global. Apa antisipasi APEC?

Anda tahu arus modal keluar baru-baru ini membuktikan betapa rentannya negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Hal itu juga menunjukkan ekonomi global masih dihinggapi aksi spekulasi jangka pendek yang dapat menciptakan ketidakseimbangan dan berujung pada kerentanan di sektor keuangan.

Itu mengapa Indonesia memilih fokus pada isu infrastruktur saat dalam posisi sebagai Chairman APEC tahun ini. Ini tidak hanya memberi manfaat bagi ekonomi--di mana banyak proyek yang dibangun akan membuka potensi ekonomi--tetapi juga menciptakan kesempatan bagi investor jangka panjang untuk mencari investasi yang menguntungkan,

Ini tantangan kita untuk mengambil langkah praktis. Sekarang yang dibutuhkan kemauan dan kerja, dengan dipandu oleh proyeksi strategis.

Seiring kerja sama dengan negara-negara APEC, apa langkah konkret terkait kebijakan The Fed soal pengurangan stimulus moneter?

Saya kira, dilihat dari situasi yang lalu memang setelah dua minggu pasar terlihat lebih stabil dan mesti mengakui ada soal-soal domestik yang memang harus kami tangani, berkaitan dengan current account yang defisit.

Dari awal saya sudah katakan, kita tidak dalam situasi krisis, tetapi bukan berarti kita tidak punya kelemahan. Karena itu paket kebijkaan dari pemerintah yang Agustus lalu itu dikeluarkan.

Sebagai Chairman APEC, kita pegang peranan yang sangat penting, juga dalam mendorong agenda, termasuk pembicaraan dari dampak quantitative easing. Jadi misalnya, oke kita bicara bahwa ini terjadi karena adanya kekhawatiran terhadap keputusan penarikan stimulus dari quantitative easing. Tapi kita juga mengajak negara-negara lain untuk melakukan reformasi struktural. Karena ini penting untuk menjaga kestabilan ekonomi.

Soal kerja sama investasi, insentif apa yang RI akan tawarkan?

Tidak ada yang spesifik dibahas. Tapi, masalah pembiayaan infrastruktur melalui kerjasama pemerintah dan swasta atau Public Private Partnership (PPP) menjadi isu yang hangat dibahas dan Indonesia selalu membawa isu ini. Di G20, Australia senang isu ini, mereka mengadopsinya.

Tadinya isu finansial ini bagi negara maju dirasa agak alergi. Karena mereka mengra kalau kita mau tawarkan proyek  infrastruktur pasti hanya untuk cari uang. Padahal bukan itu. Justru yang kita lihat adalah bujet pemerintah dan utang terbatas, jadi lebih baik kita undang swasta masuk.

Karena itu, iklim investasi perlu diperbaiki. Masalah tanah diselesaikan. Kita belum bisa selesaikan masalah itu. Ini dinilai konsep menarik. Sesi pembahasan infrastruktur itu yang paling banyak tanggapan dan komentar.

Dalam pertemuan tadi yang mengajukan intervensi ada 12 peserta. Yang menyampaikan pandangan adalah Australia dan Indonesia. Tadi, ada 14 negara yang memberikan komentar mengenai hal ini dan jadi hot issue.

Kami terus bawa isu ini. Jadi mereka putuskan Indonesia jadi PPP pilot project.  Akan ada komitmen antar negara bahwa mereka nanti akan membantu kita. Langkah selanjutnya kita buat desain pilot project ini. Mereka mau lihat seperti apa yang di Indonesia. Kita lihat saja dukungannya seperti apa.

Defisit neraca berjalan RI masih tinggi. Apa langkah pemerintah utk menekannya? Kerja sama apa yang RI tawarkan untuk meningkatkan ekspor ke negara APEC?

Yang kami tawarkan pembiayaan ekspor impor atau trade finance, itu satu yang penting. Kita belajar dari pengalaman krisis global pada 2008-2009. Kalau ada krisis keuangan, negara yang mau impor tidak yakin dengan sistem pembayaran Indonesia. Lalu kalau kita mau impor, saya tidak mau komitmen di atas kertas doang, tapi harus ada back up 100 persen. Kalau tidak di-back up 100 persen, tidak bisa jalan semua aktivitas.

Itu terjadi di 1998, kita bicara berdasarkan pengalaman itu.

Itu usul Indonesia.  Dulu kita bilang, kita tidak bisa ekspor kalau tidak ada support trade financing. Kalau di Indonesia itu LPEI, jadi kalau ada yang mau ekspor ada yang jamin.

Kalau Anda ekspor ke suatu negara, negara itu terancam kolaps, siapa yang mau ekspor? Di kawasan kemudian dibuat full of fund US$250 miliar, kemudian uangnya diberi ke regional development bank, ADB, atau lainnya. Setiap negara yang butuh, ambil dari trade financing.

Ini isu yang kita bawa ke APEC. Karena isu trade financing itu penting, itu harus di dukung. Indonesia hanya 70 persen menggunakan  dolar, paling besar China, Korea dan Jepang. Utu yang dibahas. Tapi tdak ada komitmen. Karena APEC bukan forum untuk itu.

Apa yang dibawa dari hasil pertemuan para Menteri Keuangan APEC ke agenda pertemuan selanjutnya di awal bulan depan

Yang kami usulkan dibawa ke pertemuan Kepala Negara adalah mengenai infrastruktur. Jadi, Indonesia sebagai Chairman dimintai tolong untuk membuat rangkumannya, lalu disampaikan ke leader. (kd)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya