Dino Patti Djalal

Saya Tidak Dibayar

Dino Patti Djalal di Kediamannya di Jakarta
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVAnews – Dino Patti Djalal. Pria kelahiran Beograd, Yogoslavia, 10 September 1965 itu, namanya melambung setelah diangkat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Staf Khusus Urusan Internasional dan Juru Bicara Presiden.  
BYD Pamer Mobil Super Canggih, Bodinya Furutistik

Dino merupakan anak kedua dari tiga bersaudara buah hati Profesor Hasjim Djalal, mantan Duta Besar Indonesia untuk Kanada dan Jerman, dan pakar internasional tentang hukum laut.
Presdir P&G: Konsumen Adalah Bos

Perjalanan karier profesionalnya dimulai saat bergabung dengan Departemen Luar Negeri Indonesia pada tahun 1987. Karier professional yang membuat namanya naik daun adalah ketika ia menjabat sebagai juru bicara Satuan Tugas untuk Pelaksanaan Jajak Pendapat di Timor Timur pada tahun 1999. 
Sah! Putri Isnari Resmi Menikah dengan Abdul Azis

Di tengah kesibukannya berkarier sebagai diplomat, Dino menulis banyak artikel untuk media massa domestik dan internasional. Ia juga menulis sejumlah buku, antara lain "Para geopolitik maritim di Indonesia kebijakan teritorial" (1996), "Transformasi Indonesia" (2005), "Indonesia pada bergerak" (2006); kemudian diterjemahkan ke dalam "Indonesia Unggul" (2008), "Harus Bisa!" (2008), dan "Energi Positif" (2009).

Dino kini memiliki tiga momongan, yaitu Alexa, Keanu dan Chloe, buah pernikahannya dengan Rosa Rai Djalal.

Keberaniannya menanggalkan jabatan sebagai Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat demi mengikutii konvensi calon presiden dari Partai Demokrat membetot perhatian publik. Sebab, kansnya untuk terpilih dalam kontestasi yang diikuti sebelas peserta itu terbilang kecil.

Apa yang sebenarnya membuat mantan Staf Khusus Urusan Internasional dan Juru Bicara Presiden untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu mengambil keputusan tersebut masih mengundang tanya.

Kepada VIVAnews yang bertamu ke rumahnya di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Dino membagi cerita seputar motif, target, dan juga konsep yang dia usung. Berikut petikannya.

Anda meninggalkan jabatan Duta Besar untuk mengikuti konvensi capres Demokrat.  Mengapa?

Ini memang bukan untuk kepentingan pribadi ya, dan jelas bukan untuk kepentingan materi, tapi ini saya merasa ada kepentingan yang lebih besar. Saya merasa bahwa 2014 itu tahun sejarah yang sangat penting bagi bangsa Indonesia, dan saya memandang bangsa Indonesia memerlukan konsep setelah era SBY ini berakhir. Konsep ke depan setelah 2014 pak SBY seperti apa dan barisan pemimpin-pemimpin baru dalam konteks regenerasi politik yang bisa mengangkat Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi, dan di sana saya merasa terpanggil.

Kalau saya mau aman, saya cari selamat saya akan tetap di jalur yang tadi, karena jelas gaji, pangkat, protokol, ajudan, fasilitas semuanya ada, bahkan ada tawaran jabatan yang lebih tinggi lagi. Tapi saya memilih untuk pindah jalur, tanpa gaji, tanpa pangkat sekarang. Tidak ada penghasilan, dengan penuh risiko dan seperti Anda katakan sendiri, risikonya berat ya, tapi saya ambil risiko itu karena ini tantangan sejarah bagi bangsa Indonesia dan saya ingin membantu mengukir sejarah itu.

Kepentingan yang lebih besar itu apa, bisa dijelaskan?

Jadi begini, saya kan datang dari keluarga di mana ayah saya itu pelopor yang memberikan republik ini 4 juta kilometer persegi. Jadi waktu kita merdeka itu, wilayah Indonesia hampir 2 juta kilometer persegi kan? Karena hanya daratan saja, lautannya enggak dihitung itu ya, lautnya hanya dihitung sekitar 3 mil dari pantai. 

Tapi kemudian, ayah saya ikut berjuang selama 30 tahun agar seluruh laut yang di Indonesia menjadi milik Indonesia dinasionalisasikan dan itu yang diberikan tanpa satupun keluar peluru dan Indonesia mendapat tiga kali lipat dari apa yang diproklamirkan pada tahun 1945. Dan, selama itu saya jarang sekali melihat ayah saya, melihat pengorbanan dia.
 
Pengabdian itu dalam keluarga saya bukan retorika. Itu suatu etos. Dari kecil itu sudah ditanamkan etos pengabdian itu. Jadi, saya mengambil keputusan ini atas etos itu. Saya tahu masyarakat akan meragukannya dan akan berkomentar “Ah, yang bener”. Itu disayangkan, karena dulu tidak begitu. Dulu, itu suatu yang real (pengabdian) dan saya ingin sekarang menjadi kembali suatu hal yang real.

Apakah Anda mengikuti capres atas dorongan ayah Anda, Hasyim Djalal?

Pak Djalal sebetulnya dia tidak memberi dorongan. Dia agak khawatir kenapa saya pindah jalur ini dan lain-lain sebagainya. Dia lihat kan saya lagi bagus-bagusnya. Jadi Duta Besar di Amerika Serikat kan bukan posisi yang jelek ya. Jadi, dia tidak discourage tapi dia nggak incourage.

Tapi, begitu saya kasih tahu saya mengambil keputusan ini, dia sepenuhnya mendukung saya. Bahkan kalau ada debat capres, saya sering telepon minta briefing, misalnya mengenai pulau-pulau terluar.

Apa Agenda Anda jika terpilih jadi presiden nanti? 

Aspirasi yang terbesar adalah membuat Indonesia menjadi demokrasi kelas menengah. Apa maksudnya, bukan demokrasi untuk kelas menengah. Tapi demokrasi dimana sekitar 100 juta orang Indonesia yang sekarang berada di sekitar garis kemiskinan, itu bisa diangkat naik masuk menjadi kelas menengah. Sehingga kelas menengah Indonesia membengkak dan membesar bisa hingga mencapai 75-80% dari penduduk Indonesia. 

Saya bicara dengan Dubes Brazil sewaktu saya di Washington. Dubes Brazil bilang apa? 20 tahun lalu, jumlah kelas menengah di Brazil hanya 30 juta, sekarang berapa? 120 juta, jadi sekitar 50% dari penduduk Brazil. Berarti apa, nambah 90 juta dalam waktu sekitar 20 tahun. China, dalam waktu satu generasi, sejak 1978, satu generasi setengah lah, itu bisa mengangkat 600 juta orang dari garis kemiskinan. Jadi intinya, kalau saya bicara demokrasi kelas menengah bagi Indonesia bisa nggak? Gimana kelas menengah Indonesia bisa mencapai 75,80% menurut saya bisa, bisa sekali.

Berapa waktu yang dibutuhkan untuk mewujudkannya?

Sekitar 15-20 tahun. Tahu enggak kenapa? Sekarang itu kelas menengah Indonesia itu, jumlahnya sekitar 54%. Jadi kelas menengahnya memang besar tapi besar di bawah. 

Instrumen atau programnya untuk mewujudkannya apa? 

Pendidikan. Mengapa? Karena gini, orang miskin yang berpendidikan, yang masuk bangku kuliah, dan punya gelar sarjana, dia sudah setengah kaki, bahkan dua kaki masuk di kelas menengah. Nah, sekarang saya melihat adanya mobilitas, ini di seluruh Indonesia, saya menyaksikan tren, apa itu tren-nya? Tren antar generasi. Pengubah nasib di Indonesia itu, yang paling dominan adalah orang yang masuk bangku kuliah, atau anaknya yang masuk bangku kuliah. 

Anda mumpuni di bidang diplomasi hubungan international. Namun untuk menjadi seorang kepala negara itu kan harus mempunyai kapasitas di banyak bidang. Bagaimana Anda mengatasi itu nanti? 

Kalau menurut saya nggak juga, dalam arti itu 6 tahun bisa, dan di istana tugas saya memang menjadi Staf Khusus Hubungan Luar Negeri, tapi sehari-hari sebetulnya kemanapun Presiden pergi, saya pergi. Dan saya banyak belajar. 

Bahkan waktu saya selama dengan Presiden itu, mungkin 80% banyak pada dalam negerinya dari pada ke luar negerinya. Jadi menurut saya, dan kesempatan berada di istana itu memberikan saya akses terhadap informasi yang paling up to date ya dan paling strategis mengenai kondisi bangsa kita ini. 

Sejauh ini bagaimana kans anda di Partai Demokrat?

Saya masuk itu bukan karena kans, saya masuk itu karena dengan semangat jor-joran aja. Dalam arti apa, saya nggak memperhitungkan polling, saya memperhitungkan bisa nggak saya all out, masuk ke debat para pemimpin nasional dan kehadiran saya itu meninggikan bobot debat itu.

Saya merasa, dalam  9 kali debat capres di Partai Demokrat itu, kehadiran saya bisa atau telah meningkatkan bobot perdebatan itu. Ya.. baik dari segi usulan-usulan, ide-ide yang saya usung. Jadi, kalau kans nanti semakin jauh saya akan semakin tahu seperti apa. Tapi saya sekarang fokusnya adalah lebih all out menjual visi saya dan memperkenalkan diri saya kepada rakyat Indonesia.

Sejak mendeklarasikan diri siap menjadi Calon Presiden, sudah berapa daerah yang dikunjungi dan bagaimana respons masyarakat daerah yang dikunjungi itu? Pertama responsnya, respons umumnya bagus. Tidak pernah saya datang kesuatu daerah responsnya negatif atau sementara ini belum ada apa namanya. Mereka menerima maksud saya dengan baik.

Semakin berkeliling itu, saya semakin sadar, ini memang bangsa yang luas, besar, dan kompleks dan pemimpin Indonesia benar-benar harus memahami kompleksitas itu, tapi menggunakannya sebagai suatu aset yang bisa bukan hanya mempersatukan bangsa tapi memajukan bangsa itu. Dan kedua, saya juga lebih terekspose terhadap kualitas pandangan daerah terhadap Jakarta. Itu mungkin yang lebih membuka mata saya dalam beberapa bulan terakhir ini.

Semua lembaga survei menyebut elektabilitas Partai Demokrat tidak mengggembirakan.  Nah, artinya kan Anda harus siap lebih jadi wakil presiden. Sudah ada bayangan akan mendampingi siapa? 

Belum, saya belum berpikir sejauh ini. Sekarang ini, prioritas saya adalah maju dari posisi sekarang ini. Terakhir yang saya tahu posisi saya masih setengah di antara yang capres lain. Dan maju meningkatkan popularitas saya. Terakhir sekitar sebulan lalu, saya beritahu popularitas saya sekitar 46% ini oleh Pusat Data Bersatu.

Dan  popularitas itu maksudnya orang yang tahu saya siapa. Bukan berarti orang suka atau mendukung ya, hanya itu. Dan sekarang, saya lagi mau menaikkan ke 80% makanya mohon maaf, saya ikut iklan bodrex, karena itu salah satu kiat saya sebagai capres yang saya nggak punya dana banyak untuk iklan.

Saya nggak dibayar oleh bodrex, tapi ikut iklan itu paling nggak ada wahana dimana orang-orang di desa seluruh pelosok Indonesia bisa tahu muka saya, wajah saya dan suara saya. Tapi fokus saya adalah sekarang untuk meningkatkan visibilitas dan popularitas saya dulu.

Jadi bintang iklan tanpa bayaran, bagaimana ceritanya? 

Syarat saya adalah, saya tidak bicara mengenai bodrex, tapi saya bicara mengenai produk Indonesia adalah produk yang unggul. Dan yang kedua, tahu nggak dana saya berapa miliar? 2 miliar di bawah.

Sekarang ini selalu di bawah Rp2 miliar, setiap kali nambah. Ada yang bantu ya habis habis lagi. Karena saya pasang baliho, dan lain-lain sebagainya. 

Belum lebih dari 2 miliar itu. Dengan itu nggak mungkin saya bisa apa-apa, karena yang lain kan banyak sekali, jutaan dolar lah. Jadi saya harus pragmatis, yang penting saya nggak ambil dari uang korupsi.

Uang yang masuk ke rekening kampanye itu dari siapa saja? 

Orang-orang, ibu saya nyumbang, saudara saya nyumbang ya lumayan lah. Ada yang Rp50 juta, Rp10 juta, ada yang Rp100 juta gitu. Mereka umumnya karena percaya dengan saya, atau ada yang senang dengan konsep menengah unggul, atau juga karena yang idealis dan sebagainya. Tapi saya ingin membuktikan nih bahwa uang segitu, kita ada dampak. 

Tidak ada dari Partai Demokrat?

Nggak. Bantuan konvensi itu kalau saya ikut konvensi capres mereka menanggung biaya pesawat sama kamar hotel. Tapi yang lain-lain murni dari bantuan kolega, relasi, termasuk keluarga, ibu saya, keluarga-keluarga saya.

Alokasi dana untuk menggenjot popularitas Anda di pos apa saja? 

Sosial media dan media dan saya kebetulan ada teman-teman yang jago bikin iklan. Kayak kemarin konsep nasionalisme unggul, itukan Nichollas Saputra, Kikan, itu nggak dibayar sama sekali. Dan pembuatannya pun nggak dibayar. Saya banyak dapat, inilah apa namanya berkah. Berkah seperti itu. 

Sejauh ini ada kemungkinan berpasangan dengan capres partai lain?

Saya nggak tahu itu mungkin atau nggak ya, itu akan tergantung dari dua bulan ke depan. Fokus saya sekarang lebih kepada konsep itu. Saya tidak penah bilang, pilih lah saya. Saya bicara mengenai konsep kelas menengah. Nasionalisme harus didukung oleh idealisme. Dan politik biaya rendah dan lain sebagainya.

Jadi, fokus saya ke depan lebih ke konsep dulu nih. Dan kalaupun ternyata nanti tidak berhasil, saya akan tetap konsisten. Saya akan tetap bicara mengenai meritokrasi, bahkan saya sudah banyak ide-ide ke depan untuk apa yang akan saya lakukan ke depan.


Sudahkah ada tawaran yang mengajak Anda berpasangan di Pemilihan Presiden mendatang? 

Intinya gini, dari tawar-tawaran itu, pasti nanti setiap orang atau politisi akan terbuka terhadap segala tawaran. Termasuk dari 11 capres ini. Saya bilang saya akan menolak tawaran-tawaran, kan nggak mungkin. Karena politik kan begitu. Dalam politik itu, tidak ada yang tidak mungkin. 

Dan yang penting saya tidak menanggalkan prinsip saya. Dan yang penting juga gini mas, kan pak Hasan Wirayuda, salah satu mentor saya pernah bilang, “jangan pernah merendahkan diri demi jabatan”. Jadi itu yang terus saya pegang, maju ke depan dalam hitungan-hitungan politik yang ada.

Tapi yang jelas tanggung jawab dari generasi 2014 ini adalah menjamin generasi 2014 ini menjadi generasi yang lebih baik, lebih berbobot, lebih progresif dari pada generasi sebelumnya. Dari generasi sebelumnya kita mencatat lebih dari 3000 DPRD terkena kasus korupsi. Ada 319 kepala daerah yang kena kasus korupsi. Suatu fenomena yang menyedihkan. Dan generasi 2014 mempunyai kewajiban moral dan kewajiban sejarah untuk memperbaiki ini.

Snowden membocorkan dokumen pejabat-pejabat Indonesia yang disadap, salah satunya Anda? 

Tadinya saya sendiri dulu berasumsi saya disadap, karena posisi saya seorang diplomat, dan industrinya adalah industri yang penuh risiko penyadapan. Jadi bagi saya seluruh diplomat harus selalu berasumsi kita disadap oleh pihak manapun. Jadi harus berhati-hati. Tapi hikmahnya adalah orang pemerintah Indonesia harus menekankan cyber security sekarang. Counter intelligence harus diperkuat.

Jangan sampai menunggu ada leak dari Snowden lagi. Tantangan besar menurut saya kedepan adalah ciber security. Kita lihat China sekarang sudah menjadi negara terkuat ciber security-nya.

Kita kan hackernya jago-jago. Hacker Indonesia kalau direkrut bisa jadi anggota pertahanan ciber security. (adi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya