Mahfud MD:

Saya Bisa Lebih Lincah dari Gus Dur

Mahfud MD
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVAnews - Perolehan suara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menunjukkan kenaikan yang signifikan dalam hitung cepat (quick count) yang dilakukan  sejumlah lembaga survei.

Kombes Wira Blak-blakan Kapan Panggil Pendeta Gilbert soal Kasus Penistaan Agama

Partai yang didirikan mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini diperkirakan mencapai 8,85 hingga 9,2 persen. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari hasil perolehan suara PKB pada pemilu 2009 yang hanya berhasil merebut 4,95 persen suara. Dengan perolehan suara nyaris 10 persen ini, PKB kini menjadi partai penentu dalam koalisi.

Dua orang tokoh, Mahfud MD dan Rhoma Irama disebut-sebut berada di balik perolehan suara yang meningkat tajam tersebut.

Curhat Jurnalis Asing Kala Bertugas di China

Mahfud dan Rhoma merupakan dua kader PKB yang aktif sepanjang kampanye sebelum masa pencoblosan. Daya tarik kedua tokoh yang digadang-gadang sebagai calon presiden dari PKB berhasil menyedot massa dari kalangan Nahdlatul Ulama, sehingga mendongkrak perolehan suara partai ini.

Mahfud lahir di Sampang, Madura pada 13 April 1957 silam. Kini usianya 57 tahun. Belum terlalu tua untuk dicalonkan sebagai capres atau pun cawapres.  Mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini selain aktif di dunia politik juga dikenal sebagai pengajar dan guru besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

Peran Jenderal Bintang 4 yang Diduga Terlibat Korupsi Timah Rp 271 Triliun

Mahfud juga pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan RI meski cuma satu tahun (2000-2001) dan Menteri Kehakiman dan HAM (2001).

Berikut wawancara VIVAnews dengan Mahfud MD di MMD Initiative, Kamis 17 April 2014.

Melihat hasil hitung cepat, apakah perolehan suara PKB dalam Pemilu Legislatif 2014 sudah memenuhi ekspektasi?

Lewat dari ekspektasi. Karena ekspektasi kami itu dari rata-rata survei yang telah dilakukan adalah 7,8 sampai 8,2, paling tinggi 8,2. Sekarang berdasarkan hasil hitung cepat paling rendah 9,2. Jadi lebih dari yang kami harapkan. Berarti kerja kami berhasil.

Ada tiga vote getter, Mahfud MD, Rhoma Irama dan Jusuf Kalla. Bagaimana menurut anda?

Itu yang jalur politik. Yang jalur kultural banyak sekali tokoh-tokoh Nahdhatul Ulama, kemudian juga masih ada Ahmad Dhani, jangan lupa. Semuanya berkontribusi.  Malah kalau Jusuf Kalla menurut saya tidak berkontribusi.  Jusuf Kalla ketika mau kampanye itu terang-terangan menunjukkan bahwa dirinya adalah kader Partai Golkar.

Dia bilang tidak mau dicantumkan sebagai juru kampanye nasional PKB. Dia tercantum sebagai jurkamnas Golkar dan memasang spanduk-spanduk jika dirinya masih Golkar di seluruh Sulawesi. Sehingga pada waktu itu Muhaimin (Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB) mengatakan calon PKB hanya dua karena Pak JK hanya ingin menjadi cawapresnya Jokowi.

Kalau kami kan berkampanye sebagai calon presiden dong, masa orang berkampanye ingin menjadi calon wakil presiden. Itu sebabnya oleh Muhaimin, ketika kampanye di Malang dan Kediri, dia mengatakan Jusuf Kalla bukan lagi capres PKB. Tapi ini ada yang memunculkan lagi sesudah Pileg.  Jusuf Kalla itu jelas-jelas mengaku tidak mau masuk ke PKB, dia masih Golkar. Sehingga kalau mau vote getter yang benar dalam proses kampanye yang benar ya hanya Ahmad Dhani, Rhoma Irama dan saya. Kemudian Muhaimin sebagai pimpinan struktural, lalu kyai-kyai kultural dan perangkat PKB seluruhnya.

Mesin partai berjalan? 

Mesin partai berjalan, bagus. Saya kan nggak punya uang untuk iklan seperti yang lain. Saya itu sampai setiap hari masuk ke desa-desa di kantong NU. Bahkan yang tidak dikenal orang saya masuki. Kalau iklan, bayarnya mahal. Selama hampir setahun, begitu keluar dari MK, saya langsung  bergerak.

Jadi lebih banyak 'serangan darat' dibanding 'serangan udara'?

Ya, karena saya nggak punya uang.

Tapi setelah quick count, up date ada 4 cawapres yang ditawarkan PKB. Ada Muhaimin, Anda, JK dan Rhoma Irama. Bagaimana menurut anda?

Ya nggak apa-apa juga. Artinya kalau Pak JK mau lewat PKB, menurut saya juga tidak apa-apa. Tapi sejauh pengetahuan saya, PKB tidak akan mengajukan Pak JK. Itu kan hanya media yang menyebut. PKB-nya sendiri ketika saya ketemu tidak mengajukan Pak JK. Karena Pak JK itu sudah diajukan oleh Nasdem, isunya pada waktu itu. Tapi okelah, itu nggak terlalu penting.

Perkembangan terakhir soal cawapres PKB bagaimana?

Belum ada yang diajukan secara resmi. Itu baru diajukan ketika bertemu, lalu siapa? Sebut A, B, C, D. Sejauh pengetahuan saya, yang resmi tertulis itu belum ada. Itu baru pertemuan dan cair, selalu berubah dan itu ditawarkan ke semua kekuatan. Ke Prabowo iya, ke Jokowi iya, yang lain bilang terbuka, poros Islam iya. Itu mungkin sambil mengikuti dinamika. Soal Muhaimin sendiri dia mengatakan tidak mencalonkan dan tidak ingin dicalonkan.

Ada dua hal yang menguatkan bahwa Muhaimin itu tidak ingin dicalonkan.
Pertama, Wahid Maktub, itu membuat rilis dan dimuat oleh berbagai media agar Muhaimin jangan digebuki.  Muhaimin tidak akan pernah mencalonkan dan tidak akan menjadi capres maupun cawapres. Itu clear, kata si Wahid. Kemudian dimuat rilisnya itu atas perintah Muhaimin.

Lalu kedua, ketika ketemu dengan saya sendiri, Muhaimin juga mengatakan diatidak akan maju. Dia justru berkata agar saya terus membuka komunikasi. Cuma dia tidak terang-terangan mengatakan membuka komunikasi kepada siapa. Apakah ke Jokowi? Dia hanya berkata Pak Mahfud buka saja terus komunikasi, nanti pada saatnya kita putuskan.

Berarti yang leading menjalin komunikasi dengan berbagai pihak sekarang anda?

Ya, Rhoma juga dipersilakan. Semua dipersilakan.

Artinya, Muhaimin tidak akan maju sebagai capres atau cawapres?

Itu kata dia sendiri kepada saya, dan kata dia yg disampaikan ke Pak Wahid dan dirilis, tinggal dicari saja beritanya Wahid bilang apa. Wahid Maktub itu salah satu ketua PKB, mantan duta besar. Dia membuat rilis bahwa Muhaimin tidak akan mencalonkan diri dan tidak berniat menjadi calon. Jelas di situ.

Saat ini ada tiga capres yang menonjol, PDIP dengan Joko Widodo, Golkar dengan ARB, dan Gerindra dengan Prabowo. Dari ketiganya mana yang cocok atau punya chemistry dengan Anda dan PKB?

Pertama, kalau soal program dan  platform, menurut saya semua sama. Yang manapun, itu sama baiknya. Sama-sama ingin membangun bangsa dan negara ke arah yang lebih baik dalam berbagai bidang. Itu platformnya Jokowi, ARB dan Prabowo. Jadi tidak ada yang berbeda, sama saja. Oleh sebab itu, menurut saya tinggal pelaksanaannya. Karena yang terpenting kan pelaksanaan janji dari ketiga calon itu. Maka pertanyaan anda menjadi relevan, mana yang chemistrynya cocok?

Saya selalu cocok dengan chemistry siapapun. Saya sudah melewati berbagai jabatan. Di kampus, saya pernah menjadi atasan, pernah menjadi bawahan. Ketika  menjadi bawahan seseorang, saya bisa menyesuaikan diri. Ketika saya memimpin seseorang, saya bisa mengajak orang menyesuaikan diri dengan saya. Oleh sebab itu, menurut saya, chemistry bagi saya sama saja. Kalau bicara platform juga sama saja. Jadi tinggal nanti kecocokannya bagaimana.

Tentu nanti biar partai nanti yang memutuskan. Saya tidak akan mendahului partai, biar Pak Muhaimin lah yang mengatur itu. Kecuali Pak Muhaimin mengatakan sudah jalan sendiri, PKB punya jalan sendiri, Pak Mahfud punya jalan sendiri baru saya jalan. Kalau sekarang dia masih mengatakan, Pak Mahfud jalan, kita tetap sama-sama. Dia bilangnya begitu.

Selain dengan partai tiga besar itu, apakah ada komunikasi dengan partai lain? Misalnya, PKS.

Itu termasuk yang dijajaki. Sudah banyak saya didatangi mereka. Tapi yang intensif menjajaki poros itu adalah Pak Haji Rhoma. Itu juga membawa nama PKB. Silakan saja, kita bagi-bagi lapangan lah. Kalau berhasil dengan Poros Islam Haji Rhoma ya boleh. Bagi saya yang penting Indonesia baik. Saya nanti malam (Kamis 17 April)  diundang di pertemuan poros Islam. Pertemuan akan dihadiri Ketua PKS, Din Syamsuddin, MUI mau datang, dan dari PBNU. Ada 38 ormas Islam, nanti malam berkumpul di rumah Maida Hasyim Ning. Tapi saya tidak bisa hadir karena saya harus memimpin rapat di KAHMI (Keluarga Alumni Himpunan Mahasiswa Islam). Mungkin Rhoma Irama hadir. Nggak apa-apa, pokoknya semua harus dijajaki, karena ini peluang untuk mengganti pemerintahan yang benar. Semua  harus dimunculkan. Lalu nanti pilih yang terbaik. Kalau sudah terpilih ya tunduk aja dan menerima.

Anda sudah lama berkecimpung di dunia politik. Bagaimana Anda melihat rekam jejak dari ketiga calon presiden?

Joko Widodo orang yang lugu, gesit, dan bisa diajak bicara untuk memimpin negara ini. Dia bisa mendengar pendapat-pendapat orang lain, terutama dari wakilnya.

Prabowo orangnya tegas, punya pengalaman, mungkin lebih desisif. Akan baik juga kalau mempunyai eksekutor. Karena desisivitas itu perlu eksekutor. Kalau seperti Jokowi perlu orang yang diajak diskusi. Kalau seperti Prabowo, perlu eksekutor. Dia yang mengendalikan, lalu eksekutornya akan mengeksekusi apa-apa yang telah digariskan.

ARB memiliki kemampuan memimpin yang bagus. Dia juga punya rekam jejak memimpin yang saya kira hampir tidak pernah gagal. Dia juga seorang administrator.  Sehingga kesimpulan saya seperti yang saya katakan tadi. Kalau dari sudut platform, kemudian modal kepemimpinan masing-masing punya sendiri. Biar rakyat yang nanti akan menilai.

Anda siap apabila dipasangkan dengan salah satu dari tiga capres ini?

Siap dipasangkan dengan ketiganya, dan siap juga menjadi pemimpin. Kalau ada poros baru, menjadi calon presiden sendiri. Kalau ada poros baru yang membawa saya ke situ, pokoknya siap sajalah.

Kalau kita lihat, capres kecenderungannya datang dari petinggi partai. Sementara Anda sekarang tidak memegang jabatan struktural  di PKB. Seberapa yakin PKB akan mengusung anda?

Jadi sebenarnya yang berpikir tidak harus petinggi partai itu mula-mula adalah Demokrat, konvensi kan? Konvensi itu memberi peluang pada orang luar sekalipun bukan hanya petinggi partai. Itu ide yang saya dukung pertama, hebat. Tetapi kemudian batasannya menjadi tidak fair sehingga saya tidak ikut. Karena yang terjadi sekarang itu yang dulu saya nyatakan ketika saya menolak Partai Demokrat. Coba saya mau ikut asal jelas. Kalau Partai Demokrat kalah, saya menang di konvensi, boleh nggak saya tetap menjadi wakilnya Demokrat sebagai orang yang diutamakan menjadi capres atau cawapres. Tetapi nggak dijawab.

Nah, sekarang terjadi. Coba, Dahlan Iskan menang, tapi Demokrat nggak bisa mencalonkan. Dahlan mati dong hak politiknya. Dia tidak boleh menjadi cawapresnya orang lain. Harusnya diatur dari depan. Kalau misalnya Demokrat kalah lalu yang menang konvensi itu diberi hak untuk mewakili Partai Demokrat apakah menjadi cawapres ke tempat lain, membangun koalisi dengan partai lain. Kalau begitu boleh, ini nggak. Dulu tidak diatur. Saya nggak ikut, nggak jelas. Dan sekarang menimpa Pak Dahlan. Menimpa semua 11 orang, dan mati hak politiknya.

Demokrat pertama, kemudian Megawati sudah tidak memanfaatkan. PKB juga kan? Nyebut saya, Rhoma Irama, orang luar. Kita lihat saja perkembangannya. PKB sampai sekarang on the track di situ. Bahwa partai itu tempat persemaian pimpinan. Sehingga boleh siapa saja di situ.

Anda tidak takut bernasib sama seperti Gus Dur? Muhaimin punya rekam jejak melengserkan Gus Dur dari PKB? 

Tidak takut saya. Kalau seumpama mengalami itu pun tidak apa-apa. Wong saya tidak butuh jabatan. Tetapi akan tetap saya lalui. Tidak, saya tidak khawatir soal itu terjadi.  Saya kira saya bisa lebih lincahlah daripada Gus Dur. Seumpama Muhaimin melakukan itu saya bisa melakukan hal lain agar saya bisa dipilih. Yang penting berjuang.

Artinya, kalau PKB tidak mengusung anda, anda bisa lewat partai lain?

Nggak apa-apa. Kita lihat sajalah. Kiai-kiai minta saya lewat mana saja. Terserahs aja. Saya menghormati partai saya. Saya lewati itu. Tapi kalau mereka buang ya udah. Orang yang sudah dibuang kan harus mencari jalan lain.

Kalau harus head to head dengan Rhoma, bagaimana peluang Anda?

Nggak ada head to head. Karena kita tidak diadu langsung dengan Rhoma. Itu tergantung orang yang mau pakai. Misalnya di PKB sekarang ada nama Mahfud, ada nama Rhoma, sama JK, nggak ada head to head bertiga.  Yang nentukan pihak sana kok, nggak usah diadu. Kamu mau ambil yang mana dari tiga ini. Kalau head to head itu kan diadu lagi melalui konvensi, debat. Nggak ada head to head lagi. Tergantung orang mau ambil atau tidak.

Kabarnya anda sudah didukung oleh para kiai NU?

Iya, sejak bulan September yang lalu, kyai-kyai kultural NU sudah berkumpul.  Kiai kultural NU itu dari PKB, PPP, Golkar, PKS, semuanya sudah berkumpul di Jombang dan sudah menyatakan mendukung Pak Mahfud, lewat partai apapun.

Mendukung sebagai apa?

Untuk capres. Kalau cawapres juga. Kalau misalnya pertimbangannya harus cawapres, pokoknya Pak Mahfud ada di mana di situ kyai NU, dan seluruh warga NU ikut. Itu sudah dinyatakan, dan itu tidak main-main. Dari Golkar itu kiai yang sangat berpengaruh, namanya Kiai Dimyati Romli, itu pemimpin torikoh se-Indonesia. Kedua dari PPP yang hadir di situ, Kiai Maimun Zubair. Ketiga kiai pesantren kultural Salahudin Wahid. Itu pesantren tertua pendiri NU. KH Mustafa Akil dari Jawa Barat, dari timur ada KH Hisyam Safaah. Kalau NU sudahlah.

Pertimbangannya apa mereka bersatu mengusung Anda?

Ya karena saya kader NU yang menurut mereka layak untuk dipasang di partai mana pun.

Soal NU, Jokowi sudah merapat ke PBNU.

Nggak ada gunanya. Kultur ini yang kerja. Mendekati Kyai Akil seribu kali siapa saja, baik itu Prabowo, Jokowi, Aburizal, nggak ada. Karena di kultur itu sudah punya pilihan sekarang.

Kalau Anda dihibahkan oleh kiai-kiai ke Jokowi atau Prabowo siap?

Ya, iya. Mereka tinggal tunggu saya saja. Pak Mahfud ikut yang mana? Nanti kami ikut. Bukan mereka yang ngatur. Mereka sudah percaya. “Pak Mahfud pilih aja nanti pokoknya kami sudah siap menunggu komando”.

Pertimbangan bersatunya para kiai kultural NU ini apa?

Pertimbangan kemaslahatan saja. Karena saya lebih dulu, begitu saya selesai dari MK saya megingatkan Indonesia ini butuh pemimpin yang benar, tidak di kotak-kotak. Lalu saya datangi kiai-kiai. Kemudian mereka berkumpul, kalau gitu Pak Mahfud saja. Dan saya kerjanya lama bukan musim kampanye gitu baru joget-joget. Nggak, sudah dulu. Tidak kagetan begitu.

Kabarnya keluarga Gus Dur memberikan mandat ke Anda juga?

Nggak eksplisit. Cuma begini, keluarga Gus Dur itu melarang Muhaimin memakai simbol-simbol Gus Dur. Kalau Pak Mahfud boleh. Oleh sebab itu, kampanye saya selalu ada gambar Gus Dur. Nggak apa-apa, nggak ada protes. Tapi begitu muncul kelompoknya Muhaimin disobek. Itu iklan saya di TV ada gambar Gus Dur. Karena mereka tahu Pak Mahfud tidak ngakali oranglah. Ini berjuang biasa.

Di mata Anda, siapakah sosok capres dan cawapres ideal?

Soekarno-Hatta. Karena begini, Soekarno itu desisif dan tegas. Sedangkan Hatta itu orangnya rendah hati dan bersedia bersembunyi di belakang. Tetapi saya tahu dari bacaan sejarah terhadap mereka setiap hari mereka berdiskusi dan bisa saling tentang, saling tuding. Tetapi begitu keluar halaman, Hatta selalu mempersilakan Bung Karno yang berbicara. Kemudian Soekarno pidato dan Hatta yang melaksanakan serta mengatur ke bawah. Orang mengatakan, hebat ya Bung Karno, itu Hatta yang membuatnya menjadi seperti itu. Seperti itu maksud saya. Kalau jadi orang nomor satu seperti Bung Karno, kalau jadi orang nomor dua seperti Bung Hatta.

Pak Mahfud siap seperti itu?

Iya dong. Saya kira itu satu kombinasi yang paling ideal sepanjang sejarah Republik Indonesia. Bung Karno dan Bung Hatta. Pak Harto terlalu kuat, wakil presidennya sendiri tersembunyi dan jadi ban serep. Pak Habibie nggak punya wakil. Gus Dur, masih dalam situasi tidak stabil. SBY, pada periode pertama dianggap terlalu lemah sehingga yang disebut the real president adalah Pak Jusuf Kalla. Karena dia yang paling banyak mengambil alih persoalan.

Tapi yang kedua, wakilnya terlalu lemah, karena Pak SBY ingin menghindari pemimpin seperti Pak Jusuf Kalla. Kemudian dimunculkan Boediono yang kemudian tidak punya inisiatif. Ya kan? Coba apa yang dilakukan oleh Pak Boediono? Nggak ada kan? Nggak ada yang kemudian muncul original dari Boediono. Kalau Jusuf Kalla kan banyak. Jadi SBY sama Jusuf Kalla juga tidak ideal, SBY sama Boediono juga tidak ideal. Soekarno Hatta yang paling ideal

Bagaimana dengan Megawati?

Mega dengan Pak Hamzah, ya tidak ada sesuatu yang bisa dirumuskan sebagai satu potret kepemimpinan yang baik. Apalagi kepemimpinan mereka juga cuma sebentar. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya